Kamis, 18 Agustus 2011

" Haruskah Aku Dimadu....??"


Stop Pak..stop..stop…!!seorang Ibu paruh baya mendadak minta sang sopir menghentikan laju busnya, karena si Ibu  merasa dia melewatkan halte tempat dia turun.



Bug…!!! Aduh…indah meringis kesakitan karena kepalanya terbentur kekaca  bus yang di rem secara mendadak oleh sang sopir. Indah menoleh ke belakang sambil mengusap keningnya yang  agak lebar , tapi sedikit tertutupi dengan jilbab pink yang ia kenakan.


Lamunan Indah terpaksa  buyar karena peristiwa tadi. Sedari tadi Indah berusaha memutar otaknya agar dia menemukan solusi untuk  seorang sahabat yang tadi  menceritakan problem yang sedang dia hadapi, dan bagi Indah problem ini sangatlah  rumit jalan keluarnya, dan diapun tak boleh memberi solusi yang asal-asal saja karena ini menyangkut masa depan  dua keluarga.

Sampai sa’at ini dia masih teringat perbincangan nya dengan sahabatnya tadi. Sebetulnya indah hari ini harus masuk kantor, akan tetapi dia sengaja meliburkan diri karena sahabatnya Weny menelpon dia untuk mau datang kerumahnya secepatnya, katanya ada sesuatu yang ingin dia ceritakan, dan Weny sudah tak mampu lagi menghadapinya sendiri. Ternyata suaminya ingin memberikan “ sahabat baru” untuk dirinya dan anak-anaknya alias Poligami.



Indah kaget mendengar penjelasan Weny sahabatnya itu, setau dia rumah tangga mereka baik-baik saja, malahan Indah kenal dengan baik Putra suami Weny.



Putra  bekerja di sebuah perusahaan di ibu kota. Setau Indah, Putra adalah tipikal suami yang sangat baik, tak segan menbantu mencuci, membersihkan rumah, menyiapkan makanan sendiri,  bahkan, semua yang ingin dilakukan istri, dikerjakan sendiri oleh Putra. Indah menjadi heran dan bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa bisa seperti ini.



Perlahan dia telusuri pokok permasalahan dari sahabatnya itu. Pelan-pelan dia bertanya dari hati kehati pada Weny,  kebetulan Indah adalah lulusan Psikologi dari sebuah universitas, jadi dia bisa mengetahui watak clientnya, sehingga dia bisa dengan mudah memasuki area fikiran sang client, termasuk Weny sahabatnya.



“ Oh ia… sebelumnya aku minta ma’af ya kalau seandainya pertanyaanku nanti agak sedikit mendetail dan  sedikit memasuki ruang privasi kamu” perlahan Indah menjelaskan pada Weny.


“ It’s ok.. nggak apa-apa kok In..” jawab Weny dengan tatapan sayu.


Indah terdiam agak lama.  Sesaa’t kemudian Weny  melangkah kedapur untuk menyediakan secangkir teh hangat untuk sekedar menghangtkan tubuh  mereka, karena siang itu hujan turun sangat deras mengguyur kota Medan yang sudah 3 bulan ini kering kerontang karena terpaan panas matahari yang tiada lelah menaungi kota yang terkenal khas dengan tarian Tor-Tor itu.



“ Wen.. setau aku suami  kamu itu orangnya nggak neko-neko, nggak mungkin dia ambil keputusan poligami secara tiba-tiba tanpa ada sebabnya” kembali Indah membuka percakapan



Weny hanya terdiam, sesekali pandangannya menatap kosong kedepan, seakan-akan dia juga memikirkan hal yang sama dengan Indah.



“ Dan aku juga tau tentang kamu sedari kita sekolah dahulu.” Sela Indah lagi



Putra kenal dengan Weny sejak Putra kelas 1 SMA dan Weny kelas 6 SD. Umur mereka memang terpaut sangat jauh. Sampai saat Putra berumur 27 tahun, Putra  belum juga menemukan pasangan  yang pas untuk dirinya, hingga akhirnya Putra mencoba mendekati Weny. singkat cerita  merekapun akhirnya menikah.



“ Setau aku…jika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, pasti ada yang kurang pada istrinya. Baik itu menyangkut kepatuhan seorang istri, kebersihan diri, keikhlasan melayani suami, malah terkadang karena masalah yang sifatnya  kadang di anggap biasa bagi sebagian perempuan, contohnya saja masalah ranjang atau kebutuhan biologis” Indah mencoba memancing Weny



“aa..apa In…maksud kamu apa….?” Weny tergagap dengan kata-kata indah tersebut

“ Ia…masalah kebutuhan biologis, kamu pasti lebih tau dengan apa yang aku maksud”

“ Masa itu harus dipermasalahkan sih In..”

Indah tersenyum mendengar kata-kata sahabatnya itu, meskipun dia belum menikah, akan tetapi dia mengetahui sedikit banyaknya beberapa point penting dalam kehidupan berumah tangga.



“ ia…. memang nggak masuk akal kalau bagi kita perempuan, tapi kamu tau bukan, laki-laki itu menikah bukan hanya untuk mendapatkan keturunan semata, akan tetapi dia juga membutuhkan tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologinya, karena takut  jatuh pada Zina, makanya dia memutuskan untuk menikah, agar Allah tak murka dan juga untuk menyelamatkan kesuciannya dirinya” jelas indah lagi.


Rasulullah Saw bersabda, "Wahai para pemuda, siapa diantara kalian telah memiliki ba'ah (kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung. (HR Muttafaqun'alaih


Kembali Weny hanya membisu mendengar penjelasan Indah. Memang selama ini dia seolah enggan, terkadang bahkan dengan halus suaminya didorong menjauh ketika hendak “beribadah”. Hasrat itu jarang sekali terpenuhi, kadang sampai 3-4 minggu.



Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jikalau seseorang lelaki mengajak istrinya ketempat tidurnya, tetapi istri itu tidak mendatangi ajakannya tadi, lalu suami itu menjadi marah pada malam harinya itu, maka para malaikat melaknati - mengutuk - istri itu sampai waktu pagi.” (Muttafaq ‘alaih)



Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi, disebutkan demikian: “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. bersabda: “Apabila seseorang istri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai waktu pagi.”



Selang 2 tahun pernikahan, mereka dikaruniai anak. Dan mereka mulai mengontrak rumah sendiri. Tak ada yang berubah, Weny masih jarang menyediakan diri, sementara suami berupaya melakukan apapun yang dia ingin istrinya lakukan agar kebituhannya terpenuhi.


** ** **

Putra melangkah gontai  menelusuri koridor  kantornya, jam sudah  menunjukkan pukul 16.00 WIB, sa’atnya jam kantor usai, akan tetapi dia tak lansung pulang, dia mampir dulu di café vavoritnya untuk menenangkan fikiran yang sedang berkecamuk. Mejanya bergetar, ternyata ada pesan masuk di Hp nya, disana terpampang sebuah nama yang sekarang ini ikut mondok dihatinya, Neni.



Neni adalah teman SMA nya dulu yang sudah 17 tahun hilang kontak. Dulu Putra sempat menyimpah rasa terhadap  Neni, demikian pula sebaliknya, namun Neni terburu keluar dari sekolah karena menikah dini. Usia mereka terpaut 1 tahun, Neni setahun lebih tua dari Putra.



Dan sekarang Allah kembali mempertemukan mereka. Ternyata Neni telah 7 tahun menjanda, dengan 1 orang anak. Tak dapat dielakkan lagi, benih-benih cinta yang dulu sempat gugur, sekarang seakan kembali menjalar dan subur. Pertemuan mereka semakin intens. Putra seperti menemukan kembali belahan jiwanya yang sempat hilang, hal yang sama juga dirasakan oleh Neni. Mereka tak bisa menepis rasa itu hingga hubungan mereka kembali berlanjut, dan Putra  berjanji pada Neni akan menikahinya, meski Neni tau kalau Putra masih berstatus sebagai seorang suami, namun Neni bersedia jika dia dijadikan yang kedua.



Putra semakin bingung,karena sa’at ini Weny istrinya tengah mengandung anak mereka yang ke-3. Pernah suatu kali Putra mencoba menjauhi Neni, dia mencoba tak lagi berhubungan dengannya, menghapus semua nomer Hp. Dia mencoba menghapus semua tentang Neni demi menjaga perasaan istrinya, demi menghindari pertengkaran yang kian hari kian sering terjadi, karena ternyata hubungan gelapnya dengan Neny tercium oleh istrinya. Weny mengetahui melalui sms yang tak sengaja ia baca dari Hp putra.



Weny merasakan rumah tangganya seperti di neraka, setiap hari yang terjadi pertengkaran demi pertengkaran, dia tak rela jikalau dia harus dimadu, dia tak bisa menerima kehadiran orang baru dalam cinta mereka, dia tak mau jika suaminya menikah lagi. Dia lebih memilih bercerai.



Putra sudah berbicara padanya dari hati ke hati, dan Putra pun menjelaskan bahwa Neni lebih tua 6 tahun dari Weny, akan tetapi, penjelasan itu tak dapat mengubah keinginan Weny untuk bercerai.


Weny menyadari kesalahannya selama ini, dia menyadari dirinya yang tak pernah sepenuh hati melayani suminya, meskipun 1 bulan setelah kelahiran anak mereka yang ketiga, dia telah berusaha sebaik mungkin memperbaiki dirinya,  tetap saja tak bisa merubah keinginan suaminya untuk menikahi Neni.

Dan Weny pun tetap pada pendiriannya, Bercerai. Akhirnya Putra menyetujui keinginanya itu, dengan syarat  anak-anak mereka besarkan bersama.