Sabtu, 01 Oktober 2011

Tunda Duniamu, Segerakan Akhiratmu

Oleh: Abi Sabila

“Yah, aku boleh nanya nda?” tanya seorang anak pada ayahnya. Saat itu mereka baru saja sholat Ashar di mushola salah satu tempat wisata.

Sang Ayah tersenyum. Ada yang tak biasa dengan putrinya. “Kamu itu lho! Beli jajan nda pakai ijin Ayah dulu, giliran nanya pakai minta ijin segala. Mau tanya apa?”

“Tapi Ayah janji, nda boleh marah ya?” sang bocah berusaha mensejajarkan langkahnya.

“Insha Allah. Ayo, mau tanya apa?”

“Ayah kalau nolong orang suka pilih-pilih, ya?” tanya sang anak, ragu-ragu.

Sang ayah menghentikan langkahnya, terkejut. “Maksudnya?”

“Iya, suka mbeda-bedain!” jawab sang anak santai. “Buktinya tadi waktu ada ibu-ibu mau pinjam mukena, Ayah nyuruh aku sholat dulu, baru meminjamkan mukenaku.

“Oh, itu!”

“Tadi siang, waktu aku antri di kamar mandi, Ayah minta aku ngalah, memberikan antrianku pada mbak-mbak yang pakai baju biru. Mentang-mentang dia lebih muda dan cantik ya, Yah?”

“Astaghfirulloh! Bukan begitu, anakku!”

“Lalu?”

“Begini. Ayah menyuruhmu mengalah saat antri di depan kamar mandi karena Ayah melihat orang itu sudah sangat kepayahan menahan sakit perutnya. Ayah tidak memperhatikan usia ataupun wajahnya, tapi Ayah bisa merasakan kecemasannya. Sejak datang, ia sudah memegangi perutnya. Ayah khawatir, jika kamu tidak memberikan antrianmu, dia tak bisa lagi menahan. Kalau itu sampai terjadi, apa kamu tega? Sementara kamu masih bisa menahan untuk berkemih.”


“Ibu-ibu yang di mushola? Apa tidak lebih baik jika aku meminjamkan mukena padanya dulu. Pahalaku kan jadi berlipat ganda!”

“Anakku, jika aku menyuruhmu sholat dulu baru meminjamkan mukenamu, sungguh bukan karena yang meminjam adalah seorang ibu-ibu. Bukan! Bukan itu. Ketahuilah, anakku. Sama-sama menolong, tapi untuk urusan dunia berbeda dengan urusan akhirat, atau ibadah. Untuk urusan dunia, kita dianjurkan mengutamakan kepentingan orang lain, kepentingan umum bahkan di atas kepentingan pribadi. Tapi untuk urusan ibadah, jika tidak bisa dilakukan bersama-sama, karena tidak membawa mukena seperti yang terjadi pada ibu tadi misalnya, tunaikan kewajiban sendiri dulu, baru orang lain.”


“Kok, begitu?”

“Begini, seumpama kamu diberi pilihan, siapakah yang akan memasuki pintu Surga pertama kali, apakah kamu akan memberikan kesempatan itu pada orang lain?”

“Tidak! Aku dulu.”



“Nah, begitulah gambarannya. Ini bukan akal-akalan Ayah, ini yang Rosululloh contohkan. Untuk urusan ibadah, jika tidak bisa bersama-sama, kita utamakan diri sendiri dulu. Bukan egois, bukan pula tidak peduli dengan orang lain, tapi agar kita selalu bersegera melakukan kebaikan ( ibadah ). Bisa dimengerti?




Sang anak hanya mengangguk.

“Masih menuduh Ayah pilih-pilih?”

Sang anak hanya menggeleng, tersipu malu.

“Untuk urusan dunia, kau boleh menunda keperluanmu, tapi untuk urusan ibadah, jangan tunda waktumu!”

Hanya Karena Kita Tidak Mengetahui Rencana Allah

Oleh M .jono AG

Genap sudah usia perkawinan kami menjadi 15 tahun pada tahun ini . Sebuah perjalanan yang panjang dan penuh liku – liku dalam menapakinya. Dulu pada awal pernikahan sebagaimana do'a kebanyakan pengantin baru , kami mohon kepada Allah agar menjadikan kami keluarga Sakinah , Mawaddah wa Rahmah . 


Sebuah do'a yang pendek tapi mempunyai dimensi yang sangat luas bukan hanya dimensi dunia tetapi tujuan akhirnya juga dimensi akhirat , Insya Allah. Dan tak lupa pula kami selalu berdo'a agar Allah memberikan keturunan yang sholeh / sholihah , yang senantiasa dekat kepada Allah , selalu mendapat ridho Allah , berbakti untuk Allah , Rasullullah dan kami kedua orang tuanya.


Istriku , memang sampai saat ini Allah belum mengkaruniakan keturunan kepada kita. Tapi mari kita renungkan perjalanan hidup kita . Pada saat awal kita berumah tangga , Allah telah menitipkan amanah kepada kita untuk membantu orang tua kita mendidik salah satu adikku yang menurut banyak orang agak nakal .

Itulah ujian sekaligus pesantren kita yang pertama . Pada saat usia kita yang masih semuda dan baru belajar berumah tangga itu harus sudah belajar membina adikku yang saat ini baru lulus SMA . Tidak ada yang salah dalam hal ini ,orang tua kita tidak salah karena memang beban beliau berdua dengan 7 anak tentu sangat berat . Beban itu akan sedikit lebih ringan kalau anak tertuanya bisa membantu mendidik adik – adiknya. Dan kebetulan anak tertua itu adalah saya. Alhamdulillah kita bisa melalui ujian tersebut dengan baik.

Setahun enam bulan kita belajar mengurus adik yang akhirnya bisa berfikir dewasa juga. Akhirnya karena tugas kita pindah dari Tarakan ke Tanjung redeb yang saat itu transportasinya masih susah.Setelah adikku bisa mandiri kembali Allah memasukkan kita ke pesantren-Nya dengan dititipkannya adikmu yang baru lulus SMA kepada kita . Sama persis , kondisi kedua orang tua kita , pas-pasan dengan anak yang cukup banyak .
Itulah takdir .Tak terasa tahun ke dua sudah kita lewati. Kadang memang terasa sepi keluarga kita .Masih terngiang di telingaku pada suatu saat ada temanku yang ngomong “ orang kok nggak punya anak , terus kalau sudah tua siapa yang akan ngurus ?''. Pertanyaan yang tidak dapat terjawab olehmu . Aku sangat yakin sebenarnya engkau bisa menjawab dengan bijak . Sungguh aku tahu persis kualitasmu.


Akhirnya aku yang coba jawab '' Itu urusan Allah , Allah lah yang berhak memberikan ataupun tidak memberikan.'' . Kalau soal pada masa tua akupun menjelaskan :'' jangankan kok nanti pada saat tua , sedetk , semenit , sehari ataupun beberapa hari kedepan kita pun tidak tahu takdir kita, karena itu rahasia Allah.
Sangat banyak mereka yang punya anak banyak pada saat tuanya justru di buat susah oleh anak- anaknya.Belum mati juga hartanya sudah dipakai rebutan .Jadi semua bukan jaminan , yang bisa kita jadikan jaminan hanya ketaqwaan kita kepada Allah'' . Engkaupun kulihat tegar kembali, yach itulah hidup …..
Banyak orang berpikir bahwa orang yang belum di karuniai keturunan biasanya kurang sabar . Betul saja , salah satu tetanggaku juga bilang begitu. Untuk kali ini aku sendiri tidak bisa menjawab karena ukuran kesabaran kita juga hanya Allah yang tahu . Kali ini kita hanya bisa memohon kepada Allah jawabannya.
Benar saja , selang beberapa hari Allah mentakdirkan beberapa anak tetangga kita minta di ajari membaca Al Qur'an . Pada mulanya hanya 3 orang , lama- lama berkembang hingga 50 orang . Sampai rumah dinas yang kita tempati penuh sesak . Masya Allah , untuk kesekian kalinya Allah memasukkan kami ke pesantran-Nya agar kami belajar kesabaran dalam mendidik anak- anak.

Hingga pada suatu pagi saya menghadap kepala kantor saya untuk minta ijin menggunakan salah satu rumah dinas yang kosong untuk bisa di gunakan sebagai TPA. Alhamdulillah diijinkan . Mulai saat itu dibantu oleh adik-adik kita mulai memanfaatkan salah satu rumah dinas itu untuk mengaji.

Salah seorang yang Allah titipkan di TPA kita adalah Rendy . Yah .. Rendy seorang santri yang istimewa. Bapaknya seorang suku Bugis yang notabene Islam sedangkan ibunya Manado , penganut Kristen yang taat. Anak ini di usianya yang baru 6 tahun sudah bisa menjelaskan tentang bedanya Kristen Katolik dan Protestan .
Memang sejak kecil dia selalu di ajak ibunya ke gereja.Tetapi setiap ke gereja itu pula menurut cerita bapaknya dia selalu menangis minta pulang .Akhirnya suatu sore pada saat ayahnya pulang kerja melihat beberapa anak kecil yang mengaji , belaiu tertarik dan malamnya si Rendy kecil di atar kerumah.
Alhamdulillah walaupun masih terbata-bata anak ini begitu bersemangat untuk mengaji.Yang membuat hati kadang- kadang geli adalah setiap mengaji dia selalu membawa ransel kecil yang selalu penuh isinya .Disamping buku Iqra mesti mebawa kue, bahkan pernah membawa pisang satu sisir dan selalu dibagi dengan teman- temannya.

Masih menurut bapaknnya pernah suatu sore dia pulang dan ditanya oleh tetangganya yang satu gereja dengan ibunya '' Ren , ngapain kamu ngaji , di ajarin apa sih disana ?” . Dengan polosnya dia jawab : '' Kalau mau tahu ya kesana saja !” .Sebuah jawaban telak yang mengalir begitu saja.Sejak saat itu bapaknya semakin rajin mengontrol nakanya untuk pergi mengaji . Mudah – mudahan Allah menjadikanmu anak yang sholeh , nak .
Tak terasa kitapun menapaki hari – hari dengan ramai dan riuhnya anak- anak TPA sampai 6.5 tahun.

Sungguh Allah mengisi kesepian hari – hari kita dengan cara-Nya . Masih segar di ingatan kita lucunya si Dewi yang ngotot nggak mau masuk syurga tetapi malah memilih masuk TK karena belum faham , bandelnya si Ari yang nggak mau sekolah umum tetapi rajin ke TPA , si Agus dan Jupri yang senang main sepeda di depan rumah selesai mengaji bahkan sampai malam dan seorang anak suku Toraja yang keluarganya Kristen tetapi setiap sore ikut datang ke tempat mengaji .

Kitapun tidak pernah mengajari anak tersebut mengaji takut terjadi salah faham , karena Islam memang tidak memaksa. Benar saja , suatu saat anak itu di hajar habis – habisan oleh kakaknya karena pergi ke tempat mengajinya orang-orang Islam . Kita hanya bisa kasihan dan mendo'akan saja . Bahkan kita sempat di teror melalui telepon karena di bilang mengajak adiknya masuk Islam .

Masya Allah. Bahkan kita saja tidak tahu dia itu anak siapa dan dimana rumahnya. Dengan sabar saya coba jelaskan kepada keluarganya pada saat telepon sambil marah – marah . Akhirnya karena kepalang tanggung mereka mengancam keluarga kita sekalian aku jawab :''Saya sudah katakan , saya tidak kenal anak itu , setiap di datang saya juga tidak mengajari apapun karena teman-temannya selalu bilang bahwa anak itu kristen .

Tetapi kalau dengan penjelasan saya ini anda masih tidak terima dan main ancam , saya sedikitpun tidak takut , silahkan datang kesini sekarang juga ,” Alhamdulillah nggak terjadi apa- apa di keluarga kita .Mudah- mudahan Allah memberikan hidayah -Nya kepada anak itu kelak.

Keceriaan anak-anak itu tidak lagi dapat kami nikmati karena kami harus hijrah ke Balikpapan .Kita pun selalu ikhtiar dan berdo'a kepada Allah memohon kemurahan Allah agar mengkaruniakan keturunan kepada kita .Kebetulan di tempatku yang lama belum ada dokter spesialis kandungan waktu itu .
Ikhtiar secara medis akhirnya kita lakukan di Balikpapan yang kebetulan ada dokter spesialis kandungan dan peralatannyapun lengkap. Mulai kita jalani pemeriksaan dan terapi setiap beberapa malam sekali sesuai arahan dokter. Belum lagi aturan minum obat yang ketat waktunya yang harus kita ikuti. Tak terasa lebih dari 1 tahun proses itu berlangsung dan Alhamdulillah tidak di ketemukan kelainan dari kita berdua. Dan prosess inipun kita akhiri ketika akan dilakukan lagi operasi dan di larang justru oleh ibuku .

Dengan bijak ibuku berkata : Jangan nak , ibu pernah menjalani itu , sungguh berat perjuangannya , kuatkanlah do'amu kepada Allah , mulailah menabung dan berdo'alah di Baitullah kelak''. Akhirnya kita batalkan rencana operasi itu. Memang kebiasaan kita selalu minta do'a dan ijin orang tua setiap saat .Bahkan sampai sekarangpun , diusia 40 tahun kami tetap minta do'a dan restu bapak ibu kalau kami harus berangkat keluar kota.

Apalagi untuk hal-hal besar seperti itu.Disisi lain Allah kembali mengisi hari -hari kita persis seperti waktu di Tanjung Redeb .Awalnya tiba -tiba beberapa anak datang ke rumah untuk di ajari mengaji , lambat laun semakin banyak .Akhirnya rumah kecil kita tidak cukup lagi untuk menampung anak – anak tersebut. Mulailah dengan kemurahan rizki dari Allah kita tambah ruang tamu untuk menampung anak- anak yang jumlahnya sudah lebih dari 50 .

Toh inipun beberapa bulan kemudian jadi tidak mencukupi lagi karena jumlah santrinya mencapai 90 anak .Masya Allah , sungguh ada ketakutan yang luar biasa di hati kami berdua karena kami tidak punya basic pesantren dan tidak bisa mengaji tetapi Allah mentakdirkan lain.Justru tiap hari jumlah santrinya semakin banyak .

Ya Allah ampuni kelemahan hamba.Karena harus dilakukan 2 shift ( pagi dan sore ) beberapa orang tua santri berinisiatif untuk membuat Musholla di limgkungan kami . Alhamdulillah saat ini di bantu oleh 8 guru jumlah santri TPA sudah mendekati angka 200.Mudah- mudahan mereka kelak menjadi anak yang sholeh dan sholihah .

Istriku , sungguh di saat orang lain menyangka kita kesepian , justru Allah menghilangkan rasa itu dengan cara-Nya. Dan Alhamdulillah keluarga besar kita selalu memompa semangat untuk selalu berprasangka baik kepada Allah , berprasangka baik terhadap takdir Allah . Dan sampai saat ini pun aku tetap yakin Allah akan mengabulkan do'a kita .

Masih sangat segar dalam ingatanku pada saat selesai thowaf sunnah di depan Baitullah , di sesaknya jamaah haji yang jumlahnya jutaan aku melihat kebesaran Allah yang misterinya belum terkuak sampai hari ini. Setelah putaran ke tujuh aku kepingin sholat sunnah di depan pintu Ka'bah , aku tahan niatku untuk sholat sunnah karena di sesaknya jamaah dan posisinya persis di depanku dan di depan pintu Ka'bah aku lihat seorang anak perempuan yng mungkin usianya sekitar 7 tahun .


Bukan karena kecantikannya yang sekilas menurutku berwajah Arab atau Pakistan yang membuatku kagum. Anak ini dengan santai dan khusuknya mengerjakan sholat sunnah seolah tidak ada orang lain di tempat itu.Aku jaga dia sampai mengerjakan sholat sunnah 4 rokaat . Ketika selesai salam dia mempersilahkan aku untuk menempati tempat sholatnya. Subhanallah , mulianya anak ini.Tentu ada yang istimewa dimata Allah.
Sholatnya khusu' , gerakannya betul dan seolah dia sedang sendirian di depan Rabb nya. Bahkan aku sendiri tidak melihat orangtuanya di sekitar anak itu dan aku juga tidak tahu kemana perginya anak itu setelah mempersilahkanku.Mudah- mudahan Allah mengkaruniakan keturunan yang sholeh atau sholihah.

Sampai saat inipun aku tetap yakin bahwa Allah telah memberiku istri yang sholihah.Bahkan beberapa kali teman-temanku di kantor secara guyon sering bertanya :” pak , nggak ada niat untuk jadi nahkoda di kapal yang lain ?''.Atau bahkan ada juga yang secara guyon juga ngomong :'' Jangan kuatir pak , keturunan tidak harus dari istri yang pertama .” Biasanya aku hanya tersenyum .

Karena mereka mungkin merasa kasihan .Sementara aku menganggap itu adalah bagian dari takdir yang harus di terima dengan ikhlas walaupun ikhtiar juga jalan terus. Semua yang berjalan di luar skenario manusia .Termasuk engkau yang di takdirkan jadi istriku. Aku yakin karena sebelum meminangmu aku sholat Istiqarah untuk memohon kebaikan dari pilihanku , kebaikan dunia dan akhirat .

Alhamdulillah Allah menjadikanmu pendampingku. Bisa jadi Allah sedang menguji kesabaran kita , atau mungkin justru Allah ingin menghindarkan kita dari fitnah dunia yang berupa harta dan anak , atau Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang kita sendiri tidak pernah membayangkan sesuatu tersebut .
Mungkin juga benar nasehat salah seorang ustadz tantang anak adam yang meninggal terputuslah tiga perkara kecuali amal jariah , ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendo'akan orang tuanya. Saat ini kita masih memilki dua pintu untuk memperolehnya , atau Allah menjadikan murid – muridmu sebagai anak yang do'anya bisa mengantarkan kita ke Ridho – Nya , atau bahkan Allah akan segera menggenapkan ketiga pintu-Nya untuk kita .Wallahu a'lam , semoga.

Yang jelas jangan jadikan ini beban karena sungguh kita tidak pernah tahu rencana Allah dan hikmah dibalik itu semua.

Ibu... Kapan Giliranku...?

 oleh : M. Jono Ag

Pintu kamar itu tertutup. Segala kegundahan dan kejengkelan yang ia dapatkan siang ini ditumpahkan dengan tangis yang terisak. Dengan menutup wajah dengan bantal yang sudah mulai basah oleh air mata Ukhti berusaha tegar. Hatinya teriris, tak tahu harus menyalahkan siapa. Mereka yang ngomong, keadaan ataukah takdir?

Ibundanya yang sejak tadi memperhatikan raut muka Ukhti ketika masuk kamar juga mulai gelisah. Tidak seperti biasanya anak gadisnya yang sekarang berusia 27 tahun itu uring-uringan. Diketuklah pintu kamar itu dengan perlahan, "Nak, buka pintunya, ibu mau masuk!" Mendengar ibunya yang mengetuk pintu, segera Ukhti membukanya setelah sebelumnya berusaha menghapus air mata yang masih meleleh di pipinya.

Ia segera memeluk ibunya. Ia tumpahkan semuanya ke dalam dekapan sang ibu yang memang oleh Allah diberikan sifat menenangkan dan menyejukkan hati anak-anaknya. "Kenapa nak, pulang undangan kok nggak ceria seperti biasanya, khan temanmu itu yang nikah?" Ukhti belum mampu menjawab pertanyaan ibundanya. Tangisnya kembali pecah.

Mengetahui anaknya seperti itu, ibunya membiarkannya sampai tangisnya berhenti. Dirapikannya jilbab anaknya yang tampak kusut. Beberapa saat kemudian Ukhti tampak mulai tenang dipelukan ibundanya. "Ini bu, tadi pada saat ketemu teman-teman di acara pernikahan itu. Sebagian besar teman-temanku sudah berumah tangga ternyata. Bahkan sebagian lagi sudah punya anak. Semua pada nanyain Ukhti kenapa belum nikah ?" Ukhti berusaha tenang dan duduk di pinggir ranjang. Begitu juga ibunya.

"Yang bikin jengkel Ukhti ketika mereka mengatakan kalau nikah diduluin adiknya biasanya susah dapat jodoh katanya, belum lagi yang lain memamerkan anak-anaknya ke dapanku sambil mengatakan kalau Ukhti seharusnya sudah menikah, takutnya kalau kelewat umur akan susah punya anak." Kali ini ibundanya menarik nafas panjang. Kalau mau jujur, bukan bagi Ukhti saja beban itu tertumpu. Tapi juga bagi ibu dan keluarga besarnya.

Setahun yang lalu memang adik Ukhti duluan mengakhiri masa lajang. Melewati dua orang kakaknya. Sebentar lagi kakak Ukhti juga akan segera menikah. Jadilah Ukhti yang di tengah-tengah kelewat. Mungkin bagi beberapa orang tua hal itu sangat menggelisahkan kalau sang kakak diduluin adiknya. Padahal tidak ada syariat yang mengatur kalau pernikahan harus urut sesuai umur.

"Sabar nak, Allah masih belum mempertemukan kamu dengan jodohmu. Nggak masalah siapa yang harus duluan, karena jodoh itu mutlak rahasianya Allah. Kita hanya bisa ikhtiar dan berdo’a saja," ibundanya menasehati. "Nggak usah terlalu dimasukkan hati apa kata orang dan apa kata teman-temanmu, semua orang punya ujian sendiri-sendiri, mungkin saja Allah sedang menguji kesabaranmu untuk kelak dipertemukan dengan jodohmu yang sholeh."

Di masyarakat kita memang sebagian menganggap bahwa pernikahan yang baik adalah kalau orang tua bisa menikahkan anak-anaknya urut sesuai umur. Sehingga kalau harus melangkahi sang kakak akan menjadi beban psikologis tersendiri bagi sang kakak yang dilewati maupun keluarganya. Akan jadi lebih berat kalau sang orang tua juga meyakini hal itu. Tentu beban berat akan disandang oleh sang kakak.

Kalau kita fikir dengan hati yang jernih harusnya kita malu dengan aturan atau kebiasaan seperti itu. Tidakkah kita ingat bahwa jodoh, lahir, maut itu sudah ada catatan yang lengkap di Lauhil Mahfudz? Apapun usaha kita tetap saja takdir Allah yang akan terjadi. Kita hanya wajib berusaha dan berdo’a, selebihnya serahkan hasilnya kepada Yang Menggenggam Takdir. Karena tanggal perkawinan, siapa jodoh kita, kapan rizki turun kepada kita dan kapan malaikat maut mendatangi kita adalah hak-Nya.

Belum lagi mitos di masyarakat kita yang mengatakan kalau sudah umur 30 bagi perempuan akan seret jodohnya, akan sulit punya anak atau bila perlu harus dibawa ke dukun untuk dibuka tabir jodohnya. Naudzubillah min dzalik.

Bahkan di beberapa daerah sampai ada yang harus menaruh foto di pohon yang tinggi atau fotonya ditaruh di laut agar jodohnya segera nyangkut. Masya Allah.

Percayalah pada saat kita datang ke dukun untuk minta bantuan agar jodoh kita segera dibuka, pertama kali yang akan ditanyakan pasti: apakah dulu sudah ada yang pernah hendak melamar, atau pernah ada yang naksir tapi tidak diterima atau bahkan siapa mantan pacarnya dulu. Dan begitu kita jawab ada, pasti syetan yang membisiki si dukun akan menjadikan orang yang kita sebut sebagai target atau orang yang harus dicurigai. Itulah akal-akalan syetan. Bahkan kadang-kadang sampai berani mengatakan bahwa jodohnya ditahan sama mantannya. Begitu kita percaya maka prasangka yang macam-macam akan bergelayut di otak kita. Yakin yang akan kita curigai bukan seorang semata, pasti termasuk keluarga besarnya. Begitulah memang cara keji syetan menggelincirkan kita.

Dari situ biasanya sang dukun juga memberikan "resep balasannya", sehingga tanpa sadar akan terjadi saling curiga dan bermusuhan. Padahal sebenarnya syetan pun tidak akan tahu siapa dan kapan jodoh kita akan datang, karena itu adalah hal ghaib yang tak mungkin mereka mengetahuinya. Karena kalau syetan tahu takdir manusia tentu akan dibocorkannya kepada manusia agar bisa terlepas dari takdir yang mungkin tidak baik baginya.

Akan berbeda keadaannya kalau sang kakak yang dilewati mapun keluarga besarnya menganggap pernikahan yang harus tidak urut sebagai sesuatu yang biasa saja, sesuai kehendak Allah SWT. Kalaupun kalau salah satu dari anak atau saudara kita yang harus di duluin adiknya seharusnya tetap saja kita harus ber-khusnudhon kepada Allah. Karena ujian dari Allah terhadap umatnya pasti berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat kedekatan dan ketaqwaan seseorang kepada Allah pasti ujiannya akan semakin berat. Tentu para nabi dan Rasul yang akan menerima ujian paling berat. Beda dengan ujian yang biasa dilakukan oleh manusia. Pada saat UN tingkat SMA tentu soalnya akan sama di setiap sekolah dan bagi semua peserta ujiannya. Kalau Allah menguji kita pasti dengan "keunikan cara"-Nya. Dan tidak akan sama ujian satu orang dengan yang lainnya. Subhanallah.

Jadi sangat tidak layak kalau kita membandingkan ujian orang lain dengan diri kita karena memang beda. Bisa jadi Allah menunda jodoh seseorang karena itu demi kebaikannya, atau Allah sedang mempersiapkan dia untuk kelak dipertemukan dengan imam keluarga yang sholeh dan bisa membawa keluarganya ke dalam ridho-Nya.

Atau bahkan kita yang justru diberi Allah kemudahan ketemu jodoh, memiliki anak yang lucu-lucu dan tanpa kita sadari kelak justru akan jadi ujian yang berat bagi kita. Wallahu a’lam. Yang jelas kita harus yakin apa yang dijanjikan Allah dalam Qur’an surat An-Nuur ayat 26, "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga)."

Maka bersabarlah dan ridholah terhadap semua ketentuan / takdir Allah bagi kita. Karena Allah-lah yang jauh lebih tahu kebutuhan kita dari pada kita sendiri. Dan jangan lupa kesabaran sesorang akan mengangkat derajat manusia di hadapan Allah, dan kalau kita sudah dimuliakan Allah semua makhluk juga akan memuliakan kita. Dan bisa jadi Allah menjadikan waktu penantian itu sebagai ladang amal bagi kita kalau kita ikhlas menerimanya. Wallahu a’lam.

 

Mutiara Di Pinggir Kali

Oleh M .jono AG

Senyum yang selalu mengembang ditambah pelukan hangat terasa menjalar di seluruh tubuhku setelah beliau menjawab salamku. Aku merasakan seperti pelukan seorang ayah terhadap anaknya , walaupun usia ayahku mungkin 10 atau 15 tahun lebih tua dari beliau .Aku sengaja ‘’sowan’’ ke beliau setelah usai jamaah Magrib , karena biasanya jam – jam segitu belaiu mempunyai waktu yang sedikit longgar.

Alasan kedua kenapa aku memilih ba’da Magrib adalah kebiasaan beliau menerima tamu setelah jamaah pasti di lakukan di musholla yang terletak persis hanya sekitar 10 meter dari bibir bengawan Solo yang secara geografis membelah Jawa Tengah dan Jawa Timur persis di Cepu.Jembatan yang membentang menjadi garis demarkasi perbatasan kedua wilayah propinsi tersebut sehingga disana sering jadi anekdot kalau bepergian antar kota antar propinsi cukup jalan kaki dijembatan tersebut.

Musholla itu tidak terlalu besar , sekitar 4x6 m dan terdapat pintu yang langsung nyambung dengan rumah beliau yang persis di belakangnya sehingga kalau selepas ustadz Syai’in memimpin sholat berjamaah bisa langsung menemui tamu yang hendak bertemu beliau .

Obrolan kami diawali dengan menanyakan kabar masing – masing karena hanya waktu cutilah kami bisa bertemu .Obrolan ringan itu semakin menarik ketika aku menanyakan bagaimana perkembangan jamaah selama ramadhan yang baru berlalu kemarin.Aku melihat wajah beliau kelihatan sumringah . Akupun menikmati suasana ini , berarti Allah telah menurunkan sesuatu pada beliau yang memang sedari dulu berdakwah untuk mengembangkan syiar Islam di sekitar tempat tinggalnya.

Setelah mempersilahkan kami minum , beliau bercerita kalau ramadhan kali ini Allah ‘’ menitipkan ‘’ beberapa jamaah baru yang sebelumnya maaf mereka adalah pemuda yang hoby mabuk-mabukan . Allah telah membuka hati mereka lewat keluhuran akhlaq ustad z Syai’in walaupun belaiu sendiri tidak senang di panggil ustadz .Beliau lebih senang dipanggil pak Syai’in saja katanya agar lebih akrab.

Aku berusaha mengorek lebih dalam kiat beliau menarik mereka menjadi jamaah di musholla kecilnya . Karena dulu memang terdapat kondisi yang sangat kontras antar dua kampung di sekitar tempat tinggal beliau.Satu kampung dengan tingkat religius yang tinggi sedang satu kampung yang satunya justru banyak yang jauh dari agama dan banyak pemudanya yang hoby mabuk-mabukan.

Naluri dakwah beliau yang selalu bergelora , menggelitik hatinya untuk merangkul mereka. Beliau mulai melihat dimana para pemuda itu ngumpul , jam berapa ngumpulnya dan berapa orang anggotanya.Setelah beliau tahu persis jadwal mereka mulailah strategi itu dimainkan.Kebiasaan beliau yang selalu santun terhadap siapapun menjadi modal yang sangat berguna baginya.

Kebetulan beberapa hari awal Ramadhan ustadz Syai’in beberapa kali diundang tetangga dan jamaahnya yang tasyakuran . Beberapa kali juga oleh – oleh dari tuan rumah tidak dibawanya pulang melainkan diantar ke tempat mereka walaupun sore itu belum waktunya buka puasa. Justru menjadi alasan yang tepat untuk mengingatkan mereka yang justru mabuk-mabukan di gardu ronda pada saat yang lain berpuasa .Seolah tidak tahu latar belakang mereka pak Syai’in dengan santainya mengantarkan makanan itu ke mereka : ‘’ Ini mas untuk buka puasa nanti sore .’’

Yang menerima dengan gugup bercampur kaget berusaha berdiri tegak walaupun ternyata masih kelihatan sempoyongan karena yang datang kali ini adalah tokoh yang dihormati warga di sekitar kampung itu. Tidak juga memarahi mereka tapi justru memberi makanan oleh-oleh tasyakuran beberapa bungkus , cukup untuk mereka berlima.Mungkin karena masih sedikit punya kesadaran , beberapa botol minuman keras itu berusaha disembunyikan dibawah bangku . Pak Syai’in hanya tersenyum lihat tingkah mereka.

Suatu saat ketika pak Syai’in hendak berangkat mengajar dan lewat di gardu ronda itu tanpa sengaja melihat salah seorang dari mereka sedang memotong rambut temannya.Seperti biasa disamping membunyikan klakson motor tua yang beliau kendarai , pak Syai’in mengucapkan salam kepada mereka . Lama kelamaan mereka menjadi terbiasa dan tidak asing lagi dengan pak Syai’in.

Kesempatan terbuka luas , selang beberapa hari kemudian kebetulan rambut beliau mulai panjang maka tidak di sia-siakan kesempatan yang Allah bukakan untuknya. Dengan PD beliau datangi mereka untuk minta potong rambut.Awalnya mereka kikuk menerima tawaran itu , tetapi setelah beliau menjelaskan bahwa tukang cukur langganan beliau sedang keluar kota akhirnya mereka mau . Tapi aneh mereka takut kalau harus memegang kepala beliau . Mereka beralasan nggak pantas memegang kepala tokoh yang dihormati masyarakat di sekitar situ , takut kualat katanya.

Dengan santai pak Syai’in menjelaskan bahwa derajat mereka sama saja di depan Allah , tidak ada beda antara yang dipanggil ustadz maupun mereka yang memungut sampah dijalanan. Semua punya porsi masing – masing di kehidupan ini. ‘’Ya beda pak antara kami dengan bapak , kami kerjaannya nongkrong , minum dan tanpa tujuan hidup yang jelas sedangkan bapak sangat dekat dengan agama .’’ kata mereka. Pak Syai’in tersenyum dalam hati , berarti sebenarnya mereka juga tahu mana yang baik dan mana yang buruk .

‘’ Lha ayo mas , coba-coba datang ke musholla , wong musholla itu dulu juga bikinan orang tua kalian ‘’ imbuh pak Syaiin dengan penuh kebapakan . ‘’ Malu pak , mana ada yang mau terima kita macam begini ?’’ jawab mereka kompak. ‘’ Lho malu sama siapa mas ?’’ pak Syai’in kembali bertanya. ‘’Malu pada orang –orang pak , sudah terlanjur ‘’ jawab salah satu dari mereka . Pak Syai’in berdiri setelah salah seorang yang mencukur tadi mengisyaratkan kepada beliau bahwa telah selesai potong rambutnya .

Pak Syaiin tidak langsung pulang . Beliau berdiri dan memegang pundak salah satu dari mereka.’’Mas ,itulah kita manusia , kita sering malu untuk berbuat baik tapi tidak malu kalau maksiat kepada Allah , termasuk diri saya ‘’jelasnya. Seketika mereka berempat tertunduk , tidak bisa ngomong apa – apa lagi.Hati kecil mereka mengakui apa yang disampaikan beliau benar , cuman butuh keberanian untuk berubah.

Satu dua kali belum berhasil membawa mereka untuk ke musholla tidak membuat pak Syai’in menyerah. Dia yakin tentang kisah kesabaran Rasulullah SAW yang setiap hari menyuapkan makanan kepada seorang Yahudi buta yang sangat membenci nabi. Hingga suatu saat ketika baginda nabi wafat peran itu diteruskan oleh sahabat Abu bakar RA .Namun si Yahudi walaupun buta tapi tahu kalau saat ini yang menyuapinya bukan orang sebelumnya. Ketika dia tahu yang biasa menyuapinya adalah Muhammad yang sangat dia benci selama ini keadaan berubah 180 derajat .Hidayah Allah menuntunnya ke jalan Islam.

Demikian juga pak Syai’in , menjelang 10 hari terakhir Ramadhan rupanya Allah memberi jalan dan kemudahan. Pada saat pulang terlalu malam karena kendaraannya bermasalah , justru tawaran datang dari salah seorang mereka yang kebetulan membawa motor .Pak Syai’in sebenarnya agak ragu karena dari mulutnya masih bau alkohol. Tapi keyakinan yang kuat kepada Allah mengalahkan semuanya. Tawaran itu dimanfaatkan untuk mengantar langkah kaki mereka ke musholla . Sampai di musholla pak Syai’in menyuguhkan satu gelas air mineral kepadanya .

Dialog singkat terjadi .Setelah pak Syai’in menyampaikan rasa terima kasihnya sekali lagi beliau mengajak mereka untuk sama-sama sholat tarawih besuk malamnya .Dan 10 hari terakhir dimusholla yang asri di pinggir sungai bengawan solo itu bertambah jumlah makmumnya.Merekalah penyambut hidayah itu….. Subhanallah walhamdulillah.