Oleh : Cece
Puasa
sudah masuk sepuluh hari terakhir.
Jadwal kuliah kaum muslimin bertambah dengan hadirnya kuliah subuh dan
kuliah tujuh menit (Kultum ) atau oleh sebagian teman di buat anekdot kuliah
terserah antum. Materi tentang hikmah puasa menjadi menu tambahan atau
bahkan menu wajib selepas sholat Isya ataupun ba’da Subuh. Sehingga seharusnya
hikmah puasa bukan menjadi sesuatu yang susah di cari apalagi dimengerti.
Dibalik
seringnya, saya dijelaskan tentang hadist Nabi yang menyatakan “ bahwa banyak manusia yang ketika mengerjakan puasa
hanya mendapatkan lapar dan dahaga, justru semakin takut saya dibuatnya. Adakah
saya termasuk golongan itu……? Yang hanya dapat lapar dan haus tanpa sedikitpun
bisa mencicipi apalagi merasakan indahnya hikmah puasa. Naudzubillah min dhalik…
Entah saya yang kurang kuat godaan atau justru
karena lingkungan yang terlalu kuat
mereduksi nilai – nilai puasa sehingga makin terasa hambar maknanya. Sering
kita dengar salah satu hikmah puasa adalah agar kita bisa merasakan bagaimana
susahnya saudara-saudara kita yang oleh Allah ditakdirkan tidak berkecukupan
secara meteri. Puasa bagi mereka mungkin
tidak perlu latihan lagi karena hampir tiap hari mereka merasa lapar, kenapa?
Karena memang tak ada yang bisa mereka makan. Mungkin tak perlu lagi saya jelaskan sebabnya apa.
Mereka
bahkan sudah tidak bisa lagi membedakan bulan Ramadhan dengan bulan diluar
Ramadahan soal rasa haus dan lapar. Hanya bedanya setiap bulan Ramadhan di
banyak Masjid dan Musholla terdapat acara buka puasa bersama, sehingga kebutuhan
ta’jil bisa terpenuhi tanpa harus mengeluarkan biaya.
Berbanding
terbalik dengan kondisi di atas justru banyak saudara-saudara kita yang membuat
acara buka puasa bersama dengan rekan sekerja dikantor, dan kolega bisnis di
restaurant mahal sebagai wujud rasa kebersamaan katanya. Sebagian hotel justru
membuat acara khusus buka bersama ini dengan tarif per orangan ataupun group.
Iftar jami’ ini menjadi salah satu icon bisnis masa kini.
Coba
kita lihat disekeliling kita, spanduk dan banner menu buka puasa terpampang
dimana-mana, tentunya dengan harga yang untuk ukuran fakir miskin bisa untuk
makan sekeluarga selama sehari atau bahkan lebih. Mediapun juga tak mau kalah
menghipnotis kita dengan acara buka puasa mewah di beberapa tempat yang
dilakukan para selebritis .
Saya
yakin memang ngumpul bareng, membangun
silaturahmi dengan cara seperti itu cukup bagus untuk mengikat keakraban
, persaudaraan maupun pertemanan. Tidak ada yang salah memang. Jujur sayapun
sering merasa rikuh kalau tidak datang pada undangan acara-acara tersebut.
Mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya, tapi entah kenapa saya sering
enggann untuk terlalu sering memenuhi “undangan mewah” itu.
Seharusnya puasa
itu melatih orang untuk bisa ikut merasakan penderitaan mereka yang kekurangan,
gimana rasanya berbuka puasa dengan ala kadarnya, dengan menu seadanya,
jangankan untuk mencapai 4 sehat 5 sempurna, jangankan memikirkan asupan gizi dari makanan yang mereka makan,
cukup untuk membahasahi tenggorokan dan meredam suara gemuruh perut saja itu
sudah lebih dari cukup bagi mereka.
Pernahkah
terpikir dibenak kita, sa’at kita bingung memilih menu ta’jil ataupun menu
untuk sahur , di luar sana mereka malah bingung memikirkan “apa yang harus
dimakan hari ini….”?, sungguh miris. Terkadang banyaknya sajian menu yang tersedia, malah banyak yang
jadi mubazir karena saking banyak nya.
Kalau saja
deretan daftar menu yang menghiasi meja makan dapat mengukirkan seulas senyum di wajah-wajah lesu mereka, agar mereka
juga bisa merasakan gimana rasanya kalau setiap berbuka puasa justru lebih
mewah dari biasanya, dengan menu yang sangat jarang mereka nikmati. Saya yakin, bukan hanya
mereka saja yang merasakan bahagia, kita juga akan merasakan bahagia yang
berlipat ganda dan puasa akan berasa lebih berkah dan istimewa.
Jangan sampai
puasa cuman ngerubah jadwal makan, dari siang ke malam dengan menu yang lebih
hebat dari biasanya, jika itu yang terjadi, maka tak ada nikmat puasa yang bisa
kita peroleh kecuali haus dan lapar saja.
Dan pada hari-hari
terkahir Ramadhan , kebiasaan masayarakat kita justru sibuk dengan kue lebaran
,baju baru, sepatu baru, dan thowaf di mall-mall, mestinya semakin sibuk dengan
Qur'an dan Masjid, karena tak ada yang bisa menebak, apakah ini justru ramadhan terakhir bagi kita. Wallahualam bi shawab….